Selasa, 23 April 2013

RAMPATAN; MAKNA DIBALIK LIMA WARNA

Sumenep sangat kaya dengan kebudayaan dan ritual-ritual kebudayaannya, seperti Nyadar, Rokat dan lain sebagainya. Hal ini masih menunjukkan masyarakat Sumenep tidak bisa lepas dan meninggalkan adat kebiasaan nenek moyang atau leluhur pendahulu mereka. Sampai saat ini kebiasaan-kebiasaan yang masih ada dan masih dilestarikan oleh masyarakat Sumenep dapat dijumpai dimana-mana.
Kebiasaan-kebiasaan tersebut yang masih ada adalah Rokat, Nyadar dan lain sebagainya. Dan pelaksanaan dari beberapa kebudayaan ritual diatas juga berbeda ada yang digunakan atau dilaksanakan pada satu tahun sekali, pada hari ke-8 setelah ada keluarga yang meninggal dan pada hari-hari biasa.
Ritual-ritual yang ada biasa tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan sesajen (dalam pemahaman masyarakat Sumenep adalah sedekah dan lain-lain). Bentuk dan macamnya juga cukup beragam. Ada yang menggunakan potongan kepala sapi, ketupat, buah pinang dan masih banyak pula yang lain untuk sesajen tersebut. Bentuk dari sesajen ini juga tergantung dari bentuk upacarA yang dilakukan, misalnya ritual nyadar, dalam upacara tersebut harus menggunakan potongan kepala sapi untuk selanjutnya dilarung “ketengah segara” (tengah laut). Proses tersebut dinamakan dengan seserahan, yaitu mengantarkan potongan kepala sapi ketengah laut. Keberadaan sesajen ini tidak terlepas dari pengaruh kepercayaan pada agama budha. Karena di dalam agama budha sangat sarat sekali dengan adanya sesajen ini. Setiap hari penganut agama buda biasanya melakukan ritual yang menggunakan sesajen. Akan tetapi lambat laun seiring dengan berjalannya waktu keberadaan sesajen ini kemudian diubah menjadi satu bentuk yang bernilai yaitu bukan lagi berupa sesajen akan tetapi sedekah (pemahaman penganut islam). Sunan Bonang adalah perintis sesajen yang dulunya hanya dibuang-buang kemudian berkat beliau sesajen tidak lantas dibuang akan tetapi dengan adanya sesajen ini diserahkan pada sanak saudara, tetangga, orang yang kurang mampu dan sebagainya.
Lain proses ritualnya, maka lain pula sesajennya. Ada salah satu bentuk kepercayaan yang berkembang dimasyarakat tentang rejeki. Jika ada ma-syarakat sulit untuk mendapatkan rejeki, maka kemudian menggunakan media ritual yang disebut dengan Rampatan. Ritual ini biasa tidak mengundang orang atau tetangga, akan tetapi dalam prosesi ritual tersebut cukup dengan orang yang akan melakukan ritualnya saja dan tidak membutuhkan bantuan orang lain.
Dalam ritual rampatan ini, sebagaimana yang telah dikatakan oleh K. Hosnan yang juga merupakan salah satu pengasepuh di Desa Muncek Timur mengatakan dengan hanya meletakkan lima macam bubur dengan lima warna. Kelima warna tersebut akan menunjukkan posisi matahari dan sinarnya. Warna kuning biasanya diletakkan disebelah barat, warna puith diletakkan dibagian timur, warna hitam terletak disebelah utara dan selatan diletakkan warna merah. Sedangkan untuk bubur yang terakhir dengan warna biru ditelakkan pada posisi sentral yaitu ditengah-tengah dari keempat bubur yang ada.
Dari kelima posisi tersebut menyimbulkan makna tentang rejeki. Rejeki yang ada disemua penjuru mata angin yang disimbulkan dengan warna-warna tadi adalah sebagai penanda datangnya rejeki tersebut. Dari empat titik mata angin tersebut selanjutnya akan digiring atau diarahkan kesentral yaitu pada posisi bubur yang berwarna biru. Hal tersebut mengandung sebuah pe-maknaan bahwasanya rejeki yang datang dari penjuru tersebut akan berkumpul menjadi satu ditengah-tengah bubur biru. Dan keberadaan bubur biru tersebut memberikan sebuah makna yaitu orang yang meletakkan bubur. Dan nantinya rejeki yang berada ditimur, barat, selatan dan utara akan berkumpul pada orang yang telah meletakkan bubur tersebut.









0 komentar:

Posting Komentar